Life is Beautiful

Life is Beautiful

348
0
SHARE

Ini sebuah kisah fiksi dalam  melodrama layar lebar yang bertutur kisah dengan latar belakang perang dunia kedua.

Roberto Benigni, pemeran ayah dari seorang anak kecil berusia tujuh tahun. Istrinya,  diperankan Nicoletta Braschi, dipisahkan Nazi dari suaminya. Benigni dan anaknya menjadi tawanan tentara Nazi Jerman di kamp konsentrasi di Auschwitz. Mereka sudah tidak lagi memiliki kebebasan, hidup di dalam suatu kawasan yang dilingkari kawat berduri dan dijaga ketat pasukan Nazi bersenjata lengkap, serta anjing pemburu yang ganas. Namun benigni “mengkondisikan” anaknya dengan mengatakan bahwa mereka sedang bermain perang-perangan, sehingga anaknya termotivasi untuk menang.

Pada suatu malam yang sangat dingin, di mana pakaian tidak memadai, serta kekurangan makanan, anaknya mulai merasakan penderitaan dan kebosanan yang amat sangat. Sang anak ingin menghentikan permainan tersebut dan berkata: “Saya tidak mau melanjutkan permainan ini.” Benigni merasakan perasaan sang anak. Lalu dengan wajah sedih dan memelas Benigni berkata kepada sang anak: “Baiklah kita menyerah kalah, mari kita hentikan permainan ini,” sambil membereskan pakaian dan perlengkapan yang dimilikinya, yaitu wlimut kumal, baju kotor dan sepatu bututnya. Kemudian Benigni berjalan gontai ke arah pintu keluar kamar sambil berkata lirih kepada sang anak: “Kits kdlah…, dan hadiah sebuah tank akan diambil oleh orang lain.” Sang anak menatap ayahnya dan tiba-tiba berseru: “Tidak ayah, saya ingin memenangkan permainan ini dan mendapatkan hadiah sebuah tank!”

Pada suatu saat sang anak bertanya kepada sang ayah setelah mendengar berita dari temannya, Gianluca dan Bartolomeo, bahwa penghuni di kamp konsentrasi ini akan dibakar hidup-hidup di dalam oven dan kemudian menjadi bahan pembuat kancing dan sabun! Benigni tercenung lalu menjawabdengan jenaka: “Masak sih temanmu si Gianluca dan Bartolomeo akan dijadikan bahan kancing dan sabun?” “Kalau begitu mari kita cuci tangan dengan sabun yang terbuat dari Gianluca.” Kemudian Benigni mencopot salah satu kancing bajunya dan menjatuhkannya ke lantai dingin dan kotor seraya berkata: “Lihat, si Bartolomeo jatuh.” Sang anak tertawa.

Suatu hari tiba-tiba pasukan Jerman melakukan pembunuhan massal di kamp konsentrasi tersebut, setelah mengetahui bahwa pasukan sekutu akan menguasai kota Auschwitz. Benigni harus menyelamatkan anak dan istrinya. Maka mereka berdua melarikan diri dari kamar untuk mencari tempat persembunyian. Benigni menyembunyikan sang anak di dalam sebuah kotak kecil. Benigni berkata: “Nak, hari ini adalah puncak permainan. Kita harus menang. Kamu harus bersembunyi di dalam kotak ini dan jangan sampai terlihat oleh siapa pun karena semua orang akan mencarimu, kamu harus mendapatkan hadiah tank.” Maka Benigni memasukkan sang anak ke dalam kotak tersebut. Lalu Benigni mencari ibu dari sang anak untuk menyelamatkannya pula. Sementara itu proses eksekusi atau pembantaian sedang berlangsung dengan keji. Pembunuhan massal dengan cara memasukkan para tawanan ke kamar gas dan kemudian membakar mayatnya. Abu mayat beterbangan di atas kota Auschwitz. Namun malang bagi Benigni, dia tertangkap oleh tentara Nazi. Dia digelandang oleh seorang tentara Nazi. Dan ketika mereka berjalan bertepatan melewati kotak kecil di mana sang anak bersembunyi, serta moncong senapan mengarah di belakang kepala Benigni, sang anak menatap dari lubang persembunyiannya. Seketika Benigni tersadar bahwa ia sedang diawasi anaknya, dan ia langsung berjalan dengan sikap tegak layaknya tentara yang sedang berparade sambil memberi hormat.

Sang anak merasa senang. Dua menit kemudian terdengar suara tembakan menyalak di batik tembok. Benigni ditembak mati…. Namun sang anak belum menyadari. Ia masih tetap bersembunyi, sesuai pesan sang ayah. Tiga jam kemudian, tiba-tiba terdengar suara menderu-deru. Sebuah tank Amerika lewat di depan tempat persembunyian sang anak. Sang anak langsung meloncat keluar sambil menatap tank Amerika tersebut: “Inilah hadiahku, aku menang ayah….” Tank tersebut berhenti, seorang tentara Amerika mengangkat anak tersebut dan mengikutsertakannya masuk ke dalam tank. Sang anak memenangkan permainan ini.

Ini adalah kisah dari sebuah film peraih piala Oscar yang berjudul “Life is Beautiful’. Kisah ini sekiranya bisa menggambarkan bagaimana dia mampu menentukan pilihan, sikap, dan reaksi atas kejadian yang menimpa anak dan dirinya. Kemampuan mengendalikan hati dan pikiran. Meskipun secara fisik ia terbelenggu, namun ia mampu berpikir merdeka. Itulah yang disebut kemerdekaan yang sesungguhnya. Berpusat pada prinsip. Tanpa memiliki prinsip yang kuat dan benar, maka rintangan dan cobaan tersebut niscaya akan menggilas dirinya. Kamp konsentrasi Auschwitz hanya bisa membelenggu fisiknya, namun tak mampu membelenggu pikirannya.

Sumber: http://penuhkesukuran.blogspot.com/2014/03/sebuah-kisah-dari-film-life-is-beautiful.html

Ketahui style Anda & pasangan Anda sebagai orang tua. Temukan yang dapat kami lakukan untuk membantu Anda mengetahui kecenderungan masing-masing sehingga dapat menjadi orang tua yang lebih efektif.

LEAVE A REPLY